goresan hidup seorang biduan

Minggu, 21 Maret 2010

Olahraga Cegah Risiko Penyakit Jantung Koroner

Pengobatan medis yang kian canggih tidak serta merta berhasil menyembuh
penyakit. Masih membutuhkan satu hal lagi, yakni olahraga. Ternyata banyak bergerak bisa
mencegah risiko serangan penyakit, termasuk penyakit jantung koroner.
Dewasa ini penanganan penyakit jantung koroner (PJK telah menjadi lebih baik. Selain
menggunakan obat-obatan yang canggih, juga ada berbagai prosedur pembedahan yang
makin hebat pula. Di antaranya pembedahan bypass pembuluh koroner, angioplastikoroner
(menggunakan kateter khusus dengan balon kecil yang dapat dikembungkan), angioplasti
laser, aterektomi koroner (dengan alat khusus untuk mengikis plak), stent (tabung metal
digunakan untuk menjaga arteri agar tetap terbuka).
Namun, banyak pakar berpendapat, sebagian besar dari penurunan angka kematian dan
penyakit jantung erat hubungannya dengan pola hidup. Terutama pengurangan kebiasaan
merokok, perbaikan pola makan, dan kebiasaan melakukan latihan olahraga. Kebiasaan
berpola hidup sehat mempunyai banyak pengaruh pada penyakit jantung koroner. Faktor
risiko dapat didefinisikan sebagai kebiasaan seseorang atau keadaan yang menunjukkan
peningkatan risiko terhadap penyakit jantung koroner.
Sampai tahun 1992 aktivitas fisik belum dimasukkan dalam daftar sebagai faktor risiko
penting yang dapat diubah. Termasuk di antaranya merokok, tekanan darah tinggi, dan
tingginya kadar kolesterol darah.
Dulu aktivitas fisik atau olahraga dimasukkan dalam daftar sebagai faktor risiko kurang
penting bersama-sarna dengan obesitas (kegemukan), stres, dan diabetes. Sedangkan jenis
kelamin pria dan meningkatnya usia merupakan faktor risiko yang tak dapat diubah. Penelitian
soal faktor risiko PJK sebenarnya sudah lama dilakukan. Antara lain dilakukan pada 1953,
terhadap supir bus yang dalam pekerjaan sehari-harinya duduk saja mengendarai bus.
Ternyata, mereka memiliki risiko menderita PJK lebih besar daripada kondekturnya yang
banyak bergerak dalam bus bertingkat untuk mengumpulkan tiket.
Ada lagi penelitian yang dilakukan tahun 1970 oleh dr. Paffenharger dengan tim penelitinya.
Berdasarkan hasil penelitiannya diketahui, ternyata para pekerja pelabuhan di San Francisco
yang dalam pekerjaannya sedikit menggunakan fisiknya memiliki risiko menderita PJK 60%
lebih besar daripada teman-temannya yang banyak menggunakan fisik dalam pekerjaannya.
Pada tahun 1975 hasil penelitiannya menyatakan bahwa alumni perguruan tinggi yang aktif
secara fisik menyimpan risiko menderita PJK lebih rendah daripada mereka yang tidak aktif.
Ditambah banyak lagi penelitian lain, dapatlah disimpulkan bahwa mereka yang tidak aktif
bergerak, erat hubungannya dengan PJK.
Apakah hasil penelitian itu juga berlaku untuk wanita? Dalam suatu penelitian dari Universitas
Washington di Seattle dinyatakan, risiko mengalami serangan jantung pada wanita menurun
50% dengan melakukan latihan-latihan sedang, berupa jalan kaki selama 30 - 45 menit,
sebanyak tiga kali seminggu. Penelitian lain dihasilkan dari sekolah kedokteran dari
Universitas Brown di Providence, Rhode Island. Hasilnya, wanita yang kurang cukup aktif
bergerak memiliki kemungkinan lebih dari dua kali lipat mengalami PJK daripada wanita yang
cukup bergerak.
Banyak penelitian menyatakan, kurang aktif bergerak pengaruhnya pada risiko PJK sama
tingkatannya pada pria atau wanita. Pada orang-orang bugar umumnya faktor-faktor risiko
mereka terkendali dengan baik. Lagi pula jantungnya lebih besar dan lebih kuat, yang
mempengaruhi pada peningkatan suplai darah dan oksigen. Demikian pula pembuluhpembuluh
darah arteri koronernya dapat lebih mengembang dan jadi lebih besar. Malah pada
usia lanjut pembuluh-pembuluh darah arteri koroner mereka pun tidak menjadi kaku. Hal
paling penting yang membuat orang-orang aktif bergerak memiliki hanya kecil kemungkinan
mengalami PJK adalah semua faktor risiko mereka terkendali.
Latihan-latihan olahraga selama 30 menit setiap kali berlatih dengan intensitas sedang sudah
dapat menurunkan risiko PJK. Latihan yang lebih keras dan dalam jumlah lebih banyak dapat
lebih menurunkan risiko itu, meskipun penurunan risikonya tidaklah linier. Latihan olahraga
dikatakan memiliki intensitas sedang apabila denyut nadinya mencapai kurang lebih 70 - 75%
dan denyut nadi maksimal. Denyut nadi maksimal adalah 220 dikurangi umur dalam satuan
tahun. Jadi, misalnya, untuk seseorang berusia 40 tahun, dikatakan latihannya berintensitas
sedang bila setelah latihan denyut nadinya bisa mencapaf antara 70 - 75% dari 220 - 240,
yakni antara 126 - 135 denyut per menit.
Banyak penelitian mengingatkan untuk tidak salah mengerti bahwa latihan-latihan dengan
intensitas seenaknya saja sebenamya tidak memadai. Dr. Timo Lakka dari Universitas Kuopio
di Finlandia mengadakan penelitian selama lima tahun terhadap 1.453 pria tengah baya yang
pada permulaan bebas dari PJK. Dia menggolongkan mereka berdasarkan frekuensi dan
intensitas latihannya. Hasilnya, mereka yang melakukan latihan olahraga dengan intensitas
sedang sampai keras paling sedikit 2,2 jam per minggu, maka risiko menderita PJK kurang
dari separo dari mereka yang tidak melakukan latihan olahraga secara teratur. Selain itu,
hanya latihan-latihan olahraga aerobik dengan intensitas sedang sampai keras, seperti jalan
cepat, joging, bersepeda, dan lainnya, dapat memberikan perlindungan.
Aktivitas fisik yang intensitasnya ringan-ringan saja - seperti jalan-jalan pelan, memancing,
berkebun, dan lainnya - tidak menurunkan risiko penyakit jantung koroner. Jadi, dapat
disimpulkan, untuk mengoptimalkan manfaat dari latihan-latihan olahraga dalam usaha kita
untuk menanggulangi penyakit jantung koroner, lakukan latihan dengan takaran yang cukup
(sedang sampai keras), di samping pengaturan pola hidup yang benar. Latihan-latihan
olahraga pun harus dilakukan untuk seterusnya. Olahraga memang kontrak seumur hidup,
sebagaimana komitmen menjaga kesehatan selama seumur hidup. (to/ints)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar