goresan hidup seorang biduan

Minggu, 17 September 2017

Kepada Nya lah kita kembali



"Whatever  misfortune happens to you is because of the things your hands have wrought and for many (of them) He grants forgiveness". ( Ash -shura:30)

Gempa, angin ribut, dan puting beliung, longsor, banjir bandang, maupun kecelakaan merupakan serangkaian buah dari benih dosa dan maksiat yang pernah kita tanam dengan tangan kita sendiri. Kita mungkin lupa pernah menanam “benih terlarang” itu. Hanya saja Allah tak pernah lupa apalagi tidur walau sekejap.

“Dan segala sesuatu yang menimpa kalian (berupa adzab dan bala’) adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian. Dan Allah banyak memaafkan kalian.” (QS. Asy-Syuura: 30)

Ada banyak ayat dalam Alquran yang menegaskan bahwa dosa dan maksiat, adalah biang kerok atas terjadinya musibah silih berganti yang menimpa peradaban manusia dari masa ke masa. Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah (wafat: 751 H) mengatakan :
“Apakah yang telah menyebabkan kedua orangtua kita (Adam dan Hawa) dikeluarkan dari surga, negeri (yang penuh dengan) kelezatan, kenikmatan, kebahagiaan dan kesenangan, menuju negeri penuh derita, kesedihan dan musibah?

Kira-kira, manusia sekarang ini mengidentifikasi “musibah” sebagai segala hal dahsyat, yang terjadi “di luar” kehendak manusia dan menyebabkan kematian dan kesengsaraan banyak manusia. Pada saat terjadinya “musibah” itu, manusia baru merasakan keprihatinan yang mendalam. Tidak tahu apa yang harus dilakukan, tetapi kebanyakan menyerahkan kepada Yang Maha Tunggal. Sayangnya, “penyerahan” kepada Sang Kuasa tersebut lebih bernuansa Su’ udz-Dzan atau Negative Thinking kepada-Nya.

Akhirnya, manusia sekarang ini pun telah lebih jauh menyederhanakan makna dan “falsafah” atas pengertian “musibah”. Manusia tidak lagi berpengertian bahwa, sebenarnya, musibah tidak sesederhana “segala bencana yang di luar kehendak manusia”. Akibatnya, sepertinya ada dua pilihan bagi kita : menerima sepenuhnya sebagai sebuah kecelakaan alam murni, atau mengkaitkannya dengan kehendak Sang Kuasa. Pilihan pertama sudah jelas, ia lebih banyak di-“imani” masyarakat Barat. Pilihan kedua adalah pilihan yang hingga kini masih dipegang umat Islam. Hanya saja, pilihan kedua ini masih berupa pemahaman yang global dan masih banyak umat Islam yang belum dapat memahami bagaimana menyikapi makna musibah ini.

“Corruption has appeared throughout the land and sea by [reason of] what the hands of people have earned so He may let them taste part of [the consequence of] what they have done that perhaps they will return [to righteousness]”. (Ar ruum:41)

Pengertian Musibah ?

Kata "musibah" berasal dari bahasa Arab yang berarti setiap kejadian yang tidak disukai. Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa musibah ialah kejadian / peristiwa menyedihkan yang menimpa. Dalam hadits riwayat Bukhari  dan Muslim, dinyatakan sabda Rasulullah SAW yang menyebutkan sejumlah jenis musibah, antara lain : rasa lelah, sakit, resah, sedih, derita, galau, hingga tertusuk sebuah duri sekali pun.


Menurut Ahli tafsir Muhammad Husin Tabataba’i, dalam tafsirnya al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an, Musibah adalah kejadian apa saja yang menimpa manusia yang tidak dikehendaki.

Menurut Prof. Quraish Shihab,Musibah pada mulanya berarti “sesuatu yang menimpa atau mengenai”. Sebenarnya sesuatu yang menimpa itu tidak selalu buruk. Hujan bisa menimpa kita dan itu dapat merupakan sesuatu yang baik. Memang, kata musibah konotasinya selalu buruk, tetapi boleh jadi apa yang kita anggap buruk itu, sebenarnya baik, maka Al-Quran menggunakan kata ini untuk sesuatu yang baik dan buruk (QS. Al-Baqarah : 216)




“….and it may be that you dislike a thing and it is actually good for you and it may be that you love a thing and it is actually bad for you. And Allah knows while you do not know.”  (Al-Baqarah : 216)

Memaknai Musibah
Hakikat Musibah ada tiga macam, yaitu :
Pertama, Musibah sebagai UJIAN, yaitu musibah yang menimpa orang-orang beriman yang soleh. Musibah tersebut untuk menguji iman dan keyakinannya kepada Allah SWT. Jika dia hadapi tetap dengan Syukur dan Sabar, maka ujian tersebut akan menjadi pensuci diri dan pengangkat derajatnya di sisi Allah SWT. Setiap orang beriman pasti akan diuji oleh Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam QS.29. Al-'Ankabut : 2, yang terjemahannya : "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedangmerekatidakdiujilagi?"

Kedua, Musibah sebagai PERINGATAN, yaitu musibah yang menimpa orang-orang baik tapi terkadang masih suka lalai. Musibah tersebut sebagai peringatan agar dia tidak lagi lalai, sehingga kembali ke jalan yang semestinya. Ini yang difirmankan Allah SWT dalam QS.30.Ar-Ruum : 41 yang terjemahannya : "... supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Jika dia sadar dan insaf serta tetap sabar, maka musibah tersebut bisa menjadi penghapus kesalahan dan pengampun dosanya. Setiap musibah yang menimpa seorang muslim memang bisa menghapus kesalahannya, sebagaimana hadits muttafaqun 'alaihi yang diriwayatkan Bukhari rhm dan Muslim yang bersumber dari Abu Sa'id Al-Khudri ra dan Abu Hurairah ra, bahwa Nabi SAW bersabda : "Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah berupa lelah, sakit, keresahan, kesedihan, penderitaan, kegalauan, hingga sebuah duri menusuknya, melainkan Allah menghapus dengannya (musibah tersebut) daripada kesalahan-kesalahannya."
 
Ketiga, Musibah sebagai AZAB, yaitu musibah yang menimpa orang-orang durhaka seperti orang kafir, musyrik, murtad, fasiq, munafiq, zalim dan Ahli Ma'siat. Musibah tersebut adalah siksa yang didahulukan di dunia, dan azab akhirat yang disiapkan jauh lebih pedih lagi. Firman Allah SWT dalam QS.39.Az-Zumar : 26 menyatakan : "Maka Allah merasakan kepada mereka kehinaan pada kehidupan dunia. Dan sesungguhnya azab pada hari akhirat lebih besar kalau mereka mengetahui."

“So which of the favors of your Lord would you deny?”. (Ar Rahman : 13)

Tiga Golongan Menyikapi Musibah ?
1.Orang yang menganggap bahwa musibah adalah sebagai hukuman dan azab kepadanya. Sehingga, dia selalu merasa sempit dada dan selalu mengeluh.

2.Orang yang menilai bahwa musibah adalah sebagai penghapus dosa. Ia tidak pernah menyerahkan apa−apa yang menimpanya kecuali kepada Allah SWT.

3.Orang yang meyakini bahwa musibah adalah ladang peningkatan iman dan takwanya. Orang yang seperti ini selalu tenang serta percaya bahwa dengan musibah itu Allah SWT menghendaki kebaikan bagi dirinya.

“Pertanyaan pertama yang diajukan kepada seorang hamba pada hari kiamat kelak mengenai   kenikmatan dunia adalah “ Bukankah Aku telah memberimu badan yang sehat”. (HR. At Tirmidzi)


Ikhtitam

Kenapa dan bagaimana serta apa pun jenis musibah yang menimpa siapa pun, maka yang jelas Allah SWT tidak zalim. Allah SWT Maha Adil dan Maha Arif lagi Maha Bijaksana. Dalam QS.9. At-Taubah : 70 dan QS.29.Al-'Ankabuut : 40 serta QS.30.Ar-Ruum : 30, Allah SWT menyatakan yang terjemahannya : "Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.



“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan dan perbaikan.” (QS. Huud: 117)



Semoga Allah SWT senantiasa memaafkan segala kesalahan kita dan mengampuni segala dosa kita. Semoga musibah yang kita terima selama ini merupakan ujian, sekurangnya merupakan peringatan, dan bukan azab yang didahulukan. Semoga ke depan kita semua dijadikan Allah SWT sebagai hamba-hambanya yang beriman dan bertaqwa. Aamiiin.

Dari Allah kita datang..dan hanya kepada Nya lah kita kembali.




Written by a guy who didn't know how to be grateful
Dedicated to someone called "ES" whose life is full of mistakes

Never think that someone else is more blessed than you are. 
Allah blesses us in different way.