goresan hidup seorang biduan

Kamis, 27 Desember 2012

Tanggal Tua, Rajin Ibadah





Tanggal udah tua , Gajian masih lama, Nafsu shopping yang tertukut untuk beli ini - beli itu terus menggoda, sementara duit udah CEKAK. Angka harapan hidup pun tinggal menghitung hari. Solusi minjem duit kayaknya gak mungkin, berhubung hutang yang kemarin aja belum lunas. Solusi terakhir sekaligus solusi paling sakral adalah PUASA.

Ya itulah salah satu sekelumit masalah yang sering dialami oleh manusia, yaitu Timpangnya Kondisi Bokek dengan Kebutuhan Hidup yang menggunung, dan secara kebetulan kejadian mengenaskan kayak gitu menimpa penulis sendiri.

Tapi mbok yaa kalau dipikir-dipikir, setiap masalah memang selalu ada hikmahnya, maksudnya bukan hanya kondisi Bokek memotivasi seseorang buat puasa, kayak yang dialami penulis. Bukaaannn,,Bukan cuma itu maksudnya. Pokoknya semua masalah, contohnya saat kehilangan sesuatu yang kita senangi bisa menyadarkan kita akan pentingnya ia, yang efek nya bisa membuat kita lebih protektif untuk bisa merawatnya dengan lebih baik. Pelajaran ini juga diambil dari pengalaman penulis sendiri yang udah kehilangan Handphone lebih dari tiga kali, wihh keren dahh..

Yuk merenung lagi... Tidak bisa disangkal kalau Tuhan itu sangat sayang sama hambanya, ya Dia lah Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Cuma saja hambanya kadang terlalu bodoh untuk bisa mengartikan kasih sayangnya. Saat dikasih harta yang banyak, ya dia mah lupa, doyan nya poya-poya, tuh harta dipake sesuai kehendak nafsunya doank, di pake judilah, dipake minumlah, maen wanita lah, dan macem-macem lagi tu bentuk kesenangan dunia. Ehh...pas tu kelimpahan harta dicabut baru lah dia nyadar..mulai dah sesenggukan nangis di atas sajadah..minta ini dan minta itu lagi. Yaa.. emang si masih mending kalau dibandingin sama hambanya yang gak nyadar sama sekali. Tapi kan alangkah lebih baiknya lagi kalau sewaktu harta berlimpah, tu harta dipake buat yang bernilai dan berbobot pahala.

Kembali lagi kita nyoal puasa…Puasa itu salah satu ritual sakral yang hanya dilakukan karena Allah semata. Nah…Sekarang kita puasa, tapi puasa nya lebih dikarenakan untuk penghematan uang ? Apakah puasa seperti itu bisa dikategorikan puasa yang ikhlas karena Allah ? jawaban menurut penulis WHY NOT, MENGAPA TIDAK. Maksudnya niatan kita untuk puasa saja itu sudah dapet pahala, sampe situ aja dulu. Kita jangan terlalu muluk2 untuk menjadi hamba yang ikhlas terlebih dahulu, sementara puasanya kagak. Ya mendingan kita puasa dengan iming-iming pahala, ntar masalah ikhlas timbul sendiri kalau sudah terbiasa. Yang namanya manusia punya keinginan, ya itu manusiawi lah. Lagian juga apalah arti adanya do’a kalau memang manusia tak punya keinginan. Bukankah Tuhan menyediakan Do’a sebagai sarana permintaan hamba kepada tuhannya. Itu tandanya kalau Tuhan itu ngerti kalau manusia itu emang banyak maunya. Jadi intinya, kalau mau ibadah ya langsung aja praktek, jangan terlalu muluk mikirin soal hati yang ikhlas atau kagak, itu mah belakangan. Kalau udah terbiasa bakalan ikhlas dengan sendirinya, bahkan tanpa kita sadari kalau kita udah ikhlas.

Rabu, 26 Desember 2012

Pengaruh Musik Mirip Hipnotis



Bicara soal musik memang kadang  gak ada habisnya. Dari musik kita bisa membicarakan masalah lainnya, mulai dari beragamnya jenis musik, alat-alat musik , komunitas musik, sampe cara menentukan karakter atau kepribadian seseorang. Musik juga merupakan salah satu bentuk seni yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Kadang dengan musik orang yang tadinya sedih berubah jadi senang, dan sebaliknya orang yang tadinya senang bisa dirundung duka. Intinya, musik membuat dunia ini penuh warna, ada warna bahagia dan duka cita, ada juga warna galau-galauan.


Musik memang memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kehidupan seseorang. Tapi umumnya, apapun yang kita dengar bisa memberikan pengaruh kepada pikiran dan jiwa kita. Seseorang yang sering mendengar hal yang baik-baik maka dirinya akan jadi pribadi yang baik. Begitu juga sebaliknya, orang yang sering mendengar hal yang buruk-buruk kemungkinan besar tumbuh jadi pribadi yang amoral. Penelitian tentang masalah semacam ini juga pernah dilakukan  ilmuwan jepang yang bernama Masaro Emoto. Pelitiannya dilakukan dengan meneliti dua toples air yang berbeda dimana pada toples pertama sering dikatakan hal yang baik-baik, seperti ucapan terima kasih, kamu baik,dll. Sedangkan pada toples kedua sering dikatakan hal yang buruk-buruk seperti kamu goblok, kamu bodoh,dll. Hasilnya, pada toples pertama terbentuk kristal air yang sangat indah, sementara pada toples kedua terbentuk kristal air yang sangat jelek.


Terus bagaimana hubungannya kata-kata yang baik atau buruk terhadap manusia? Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa 75 % tubuh kita adalah air. Jadi Manusia merupakan makhluk yang sangat responsif terhadap apa –apa yang didengarnya. Semakin banyak dia mendengar kata-kata yang bersifat positif, maka terbentuklah dia sebagai pribadi yang optimis. Sebaliknya, semakin banyak dia mendengar kata-kata yang bernada negatif, maka terbetuklah dia jadi pribadi yang pesimis dan tak punya harapan hidup.


Terus bagaimanakah pengaruh musik terhadap kepribadian seseorang ? Disadari atau tidak dan cepat atau lambat, musik telah membentuk seseorang menjadi pribadi tertentu sesuai dengan jenis musik yang didengarkannya. Tidak jarang musik yang alunannya cepat dan keras membuat seseorang jadi lebih energetik. Begitu juga musik yang alunannya slow dan melow membuat seseorang jadi pribadi yang rapuh dan doyan mewek. Fenomena kayak gini sering kita lihat ketika seseorang sedang dirundung duka karena masalah asmara. Penyebabnya bisa macam-macam, bisa jadi diputusuin secara mendadak dan tanpa aba-aba sama sekali atau bisa juga karena melihat si doi jalan dengan cewek / cowok lainnya. Nah..dalam perasaan hancur itulah dia milih lagu-lagu yang melow-melow sambil mewek sesegukan diatas kasur kayak di sinetron.


Mungkin awalnya dia  berharap perasaannya akan sedikit terobati dengan dengerin musik melow kayak gitu, namun justru hal itu bisa menjerumuskan dirinya dalam penjara kesedihan yang lebih kelam. Padahal mah, kalau mau dipikir-pikir musik melow gak bakalan buat si doi balik lagi atau bisa membuat masalah bisa selesai,bahkan bisa jadi si doi mah lagi seneng2 di tempat lain, sementara dia, malah lebay-lebay an pake nangis segala, udah gitu gak ada yang merhatiin lagi, duh kasian amat dah. Intinya musik melow tidak bisa dijadikan sandaran dalam menanggung beban hidup maupun beban asmara.


Memang begitulah musik, adanya selalu memberikan pengaruh yang cukup kuat dan sifat nya representatif, bisa mewakili perasaan. Dengerin musik boleh aja, tapi jangan berlebihan dalam menghayatinya. Tuhan juga kan kagak suka segala hal yang dilakukan secara berlebihan, yang sedang-sedang sajalah.


Selain itu, ada lagi pengaruhnya yang lebih berbahaya, yaitu pengaruh fanatisme fans pada idola. Maksudnya fantisme yang tanpa tedeng aling-aling dan tanpa saringan. Apa-apa yang idola suka dia juga suka, idola pake anting dia pake anting, idola bertato dia ikut-ikutan bertato, idola nya ngeganja dia juga nge-fly. Itu semua dia lakukan supaya dibilang keren, gaul dan mirip artis. Mending kalau memang bener keren kayak idola nya, pas jatohnya Norak, Kan gak lucu. Ini sih bukan nya nyindir atau apa, soal nya banyak fans yang salah kaprah dan jarang ngukur diri. Tidak sedikit tu fans yang rambut nya di cat warna-warni ngebelain biar dibilang gaul. Padahal kan setiap orang itu adalah pribadi unik. Bahkan Tuhan sudah mewanti-wanti kalau tidak ada satu pun makhluk ciptaannya yang sama persis. Jadi jangan maksain diri jadi Ariel Peterpan kalau takdirnya emang Cecep Saefudin, Jangan pula maksain diri jadi Lady Gaga kalau kodratnya Udah Lilis Hidayati. Just be yourself.



Senin, 24 Desember 2012

PEMBERIAN GELAR HAJI / HAJAH, WAJIB KAH ?



“ Saya ini sudah naik Haji dua kali, kamu jangan coba macam-macam dengan saya”  Kira-kira itulah salah satu skrip dialog H. Muhidin yang bisa kita simak di sinetron “ Tukang Bubur Naik Haji “.

Berbicara mengenai Haji, sebagaimana yang telah kita ketahui, Haji merupakan rukun (tiang agama) Islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan oleh kaum muslim yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji.

Sebagaimana yang dinyatakan dalam definisi di atas bahwa kegiatan Haji itu hanya diwajiban bagi umat islam yang sudah mampu. Memang bukanlah hal yang mudah untuk bisa menunaikan ibadah haji. Tidak seperti ibadah lainnya, seperti puasa, dimana semua umat islam bisa menjalaninya, tak jadi masalah apa dia miskin atau kaya, selama dia sudah baligh dan memiliki badan dan akal yang sehat, dia bisa melakukan ibadah puasa. Sementara Haji hanya diwajibkan bagi mereka yang sudah memiliki perbekalan yang cukup, baik untuk dirinya maupun untuk keluarga yang ditinggalkannya. Selain itu, calon jemaah Haji juga harus memiliki kondisi fisik dan  stamina yang bagus berhubung banyak sekali rukun haji yang lumayan menguras tenaga seperti tawaf, sa’i, dan melontar jumrah.

Mengingat begitu besarnya pengorbanan yang harus dilakukan oleh seorang jemaah haji, tidak lah heran kalau pahala bagi yang ibadah haji nya mabrur adalah Surga, sebagaimana Rasulullah saw bersabda, “Haji mabrur itu tidak ada balasannya melainkan surga” (HR. Bukhari dan Muslim).
 Meskipun demikian, dengan mengingat begitu besarnya pengorbanan dalam melaksanakan ibadah haji, apakah lantas ajaran islam mengharuskan dituliskannya gelar Haji atau Hajah pada kartu nama, KTP, atau Surat Nikah. Demi Allah, tidak ada satu Firman Allah atau Hadits Nabi pun yang meganjurkan diberikannya penggelaran Haji seperti itu. Bahkan Nabi Muhammad SAW. yang notaben nya hamba yang maksum dan telah berhaji lebih dari dari satu kali pun tidak tertera gelar Haji di depan nama beliau.

Terus bagaimana  yang terjadi di masyarakat kita ? Gelar Haji seolah sudah jadi suatu keharusan yang diberikan kepada mereka yang telah berhaji ke tanah suci. Gelar haji sudah seperti gelar akademik yang biasa diberikan kepada Mahasiswa yang lulus setelah bersusah payah bergelut dengan mata kuliah dan skripsi nya.

Pemberian gelar Haji memang hanya sebatas masalah budaya. Tidak ada satu pun institusi di Negara kita yang secara khusus memberikan gelar atau pun sertifikat Haji. Pemberian gelar Haji seolah mengalir begitu saja di masyarakat. Pokoke setiap orang yang telah berhaji kudu di sebut “Pak Haji” atau “Bu Hajah”.

Budaya penggelaran Haji seperti itu memang ada sisi positif nya tapi mudharat nya lebih banyak. Sisi positif nya, dengan adanya penyebutan “Pak Haji” atau “ Bu Hajah”, seseorang secara tidak langsung memberikan ucapan selamat sebagai simbol penghargaan. Dalam ajaran islam juga kita dianjurkan untuk  saling menghormati dan saling menghargai, bukan hanya dengan saudara seiman tapi juga dengan saudara kita yang berbeda agama. Memberikan ucapan selamat adalah salah satu contohnya.

Penghargaan dengan memberi gelar haji memang tidak salah, tapi ada beberapa hal yang dikhawatirkan dengan adanya penggelaran seperti itu. Kadang justru dengan penggelaran seperti itu bisa memancing “Pak Haji” dan “Bu Haji” tersebut untuk bersikap riya dan ujub. Masih mending kalau pribadinya memang bersih dan rendah hati, nah giliran jatuhnya pada yang memang gila akan pujian dan penghargaan, maka sikap riya tidak bisa dihindarkan lagi. Sebagaimana yang kita telah ketahui bersama bahwa riya itu merupakan salah satu penyakit hati yang berbahaya. Al Qurthubi mengatakan,” hakekat riya adalah mencari apa yang ada di dunia dengan ibadah dan arti asalnya adalah mencari tempat di hati manusia”[lihat: Al Ikhlas, DR Umar Sulaiman Al Asyqor]. Disamping itu, Rasulullah SAW bersabda,” Tiga perkara yang membinasakan, yaitu hawa nafsu jika dituruti, kebakhilan (kikir/pelit) yang ditaati, dan kebanggan seseorang terhadap dirinya.” [HSR AbuSyaikh dan Thabrani dalam Mu’jam Ausath-lihat : Shahih Jami’us Shaghir no 3039]

Semakin banyak dan semakin sering orang-orang menyapanya “ Pak Haji” atau “ Bu Hajah”, maka hal itu bisa jadi semacam stimulus atau pemancing untuk membanggakan-banggakan diri, merasa dirinya sudah haji dan memegang tiket surga dengan haji mabrurnya, bisa membuatnya merasa dirinya paling suci dan berderajat paling tinggi. Padahal dalam islam derajat kemuliaan seseorang tidak diukur oleh tigginya gelar atau banyak nya harta. Satu-satunya yang meninggikan derajat seseorang hanyalah ketakwaannya.

Kita memang tidak tidak bisa menilai baik buruk nya budaya secara sepihak. Tapi terlepas dari itu semua, sebagai umat islam kita wajib menjadikan Al-quran dan Al-adits sebagai panduan sempurna dalam menilai segala sesuatu. Budaya apa saja selama itu sesuai dengan Al-quran dan Al-hadits, kita lestarikan. Dan mana saja budaya yang banyak bertentangan dengan Al-quran dan Al-hadits kita tinggalkan.

Kesimpulannya, gelar haji tidak bisa dijadikan jaminan seseorang sebagai pribadi yang suci dan bebas dosa, justru dengan penggelaran Haji semacam itu bisa menjerumuskan dirinya pada sikap riya dan takabur yang balasannya justru Neraka. Apalah artinya gelar suci yang menempel pada nama orang yang berhati busuk.