goresan hidup seorang biduan

Selasa, 23 Maret 2010

Jantung Koroner Pembunuh Nomor Satu di Dunia

Penyakit jantung koroner masih menjadi pembunuh manusia nomor satu di
Indonesia bahkan di dunia. Data terakhir dari WHO menyebutkan 60 persen dari seluruh
kematian akibat jantung koroner dan serangan jantung mendadak. Ada banyak faktor resiko
yang menyebabkan seseorang terkenan penyakit jantung. Dari faktor yang tidak bisa diubah
yakni umur, jenis kelamin serta keturunan. Sedangkan faktor resiko yang bisa diubah,
misalnya akibat diabetes melitus, hipertensi, hiper kolesterol dan merokok.
Di samping itu, gejala penyakit jantung yang biasanya menimpa seseorang dengan usia 55
tahun ke atas bagi laki-laki dan 65 tahun ke atas bagi perempuan. Namun, ada pengecualian
bagi mereka yang mempunyai faktor resiko misalnya perokok berat atau keturunan. Gejala
umumnya terasa nyeri di dada bagian belakang dan rasanya seperti ditekan. Dada terasa mau
pecah dan sesak nafas. Biasanya gejala itu menyerang ketika seseorang sedang melakukan
aktivitas tinggi. Bahkan, nyeri bisa menjalar ke lengan, punggung dan rahang.
Ada baiknya jika seseorang mempunyai gejala seperti itu segera ke dokter. Pasalnya, apabila
nyeri tersebut sudah lebih enam jam akibatnya bisa fatal. Otot-otot jantung tidak akan
berfungsi lagi dan tentu saja akibat paling buruk adalah kematian. Penanganan jantung
koroner bisa dilakukan dalam tiga tahapan, melarutkan gumpalan darah dengan obat
librinolisis, membuka aliran darah dengan angioplasti dan by pass.
Mengingat masih tingginya kematian akibat penyakit jantung, Bagian Jantung dan Kedokteran
Vaskuler Fakultas Kedokteran UGM mengadakan First Jogja Cardiology Update, hari Jumat dan
Sabtu pekan ini di Sheraton Mustika Resort and Spa Yogyakarta. Kegiatan itu merupakan
langkah, agar para praktisi bidang kardiologi dapat memberikan pelayanan secara paripurna
dalam penanganan kelainan kardiovaskuler. Hal ini bertujuan, agar peserta dapat
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan di bidang kadiovaskuler dan bedah jantung,
berdasarkan penelitian dan perkembangan terbaru bidang itu.
Sementara itu, jumlah penderita kencing manis atau Diabetes Militus di Indonesia mencapai
17 juta orang atau 8,6 persen dari jumlah penduduk. Artinya, Indonesia menduduki tempat
ke-4 terbesar setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Meningkatnya penderita kencing manis
di Indonesia, disebabkan karena gaya hidup masyarakat yang tidak memperhatikan pola
hidup sehat seperti mengkonsumsi gizi seimbang dan cukup berolahraga.
Diabetes merupakan penyakit dimana kadar gula dalam darah seseorang melebihi batas
normal, akibat kelenjar pankreas tidak berfungsi normal mengolah kadar gula, sehingga
seseorang harus mengontrol dan diet makanan agar kadar gula tetap normal dan tidak
menimbulkan komplikasi. Jika penderita diabetes tidak mampu mengontrol kadar gula dalam
darahnya, maka akan terjadi komplikasi misalnya terkena stroke, gagal ginjal, jantung,
kebutaan dan bahkan harus menjalani amputasi jika anggota badan menderita luka yang tidak
bisa mengering darahnya.
Survei Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) pada 2001 menyebutkan jumlah penderita DM di
Indonesia mencapai 8,6 persen, terjadi peningkatan jumlah DM di Jakarta dari 1,7 persen
pada tahun 1981 menjadi 5,7 persen pada tahun 1993. International Diabetic Federation (IDF)
mengestimasikan bahwa jumlah penduduk Indonesia usia 20 tahun keatas menderita DM
sebanyak 5,6 juta orang pada tahun 2001 dan akan meningkat menjadi 8,2 juta pada 2020,
sedang Survei Depkes 2001 terdapat 7,5 persen penduduk Jawa dan Bali menderita
DM.(to/ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar