goresan hidup seorang biduan

Selasa, 23 Maret 2010

Andropouse pada Lelaki

Kendati tidak sama persis, dalam kehidupannya, kaum lelaki juga dapat
mengalami suatu gejala yang mirip seperti menopause pada perempuan. Gejala yang disebut
andropause itu dipengaruhi oleh proses menua. Dampaknya tidak hanya pada fisik dan psikis
saja, namun juga pada fungsi seksual laki-laki. Meski demikian, andropause masih bisa
diantisipasi untuk meminimalkan keluhannya, terutama sejak usia muda.
Sebenarnya, andropause itu hanya istilah. Andro berarti laki-laki dan pause berarti berhenti.
Apa yang terjadi sebenarnya tidak persis seperti menopause, penghentian fungsi gonad
(ovarium/testis). Kalau pada perempuan tidak lagi menstruasi. Pada laki-laki tidak terjadi
penghentian fungsi tersebut, hanya penurunan.
Menurut ahli urologi dari Bagian Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Dr dr Akmal Taher yang pernah meneliti mengenai
andropause pada tahun 2001, andropause adalah sindroma klinik yang ditandai dengan
perubahan fisik dan emosional yang dihubungkan dengan menurunnya kadar hormon, seperti
hormon pertumbuhan, dan khususnya hormon testosteron dalam konsentrasi yang bermakna.
Dengan demikian, fungsi seksual maupun fertilitas (kesuburan) tidak berhenti sama sekali
pada laki-laki yang mengalami gejala andropause, namun terjadi penurunan secara bertahap.
"Dari penelitian diketahui bahwa gejala andropause mulai dapat terjadi pada laki-laki saat
memasuki usia 40 tahun. Penurunan kadar testosteronnya terjadi bertahap, bertahun-tahun,
seiring dengan usia yang terus menua," kata Akmal.
Kadar testosteron yang menurun tersebut menyebabkan kondisi fisik dan performa seksual
laki-laki perlahan merosot. Hal itu akhirnya diikuti pula dengan keluhan psikis, meski tidak
khas. Gejala fisik, misalnya, mudah letih dan mengantuk berlebihan, rasa sakit atau kaku
pada otot, persendian dan tulang, penis mengecil, penurunan tenaga dan kekuatan otot,
pertumbuhan janggut dan kumis berkurang, penurunan frekuensi ereksi pagi hari, hingga
menurunnya gairah seksual.
"Laki-laki menjadi mudah marah, depresi, panik, tegang, gelisah, sulit tidur, juga merasa
tertekan," tambah Akmal.
Ia meneliti 501 responden laki-laki dari usia 40 tahun ke atas, melalui Aging Males Symptoms
(AMS), diketahui 71 persen mengeluhkan gejala andropause, dengan berbagai derajat
keparahan. Sementara pada 105 responden laki-laki yang berusia di bawah 40 tahun hanya
ditemui gejala andropause sebesar tiga persen dengan derajat ringan.
"Dari 71 persen yang mengeluhkan gejala andropause, sebanyak duapertiga merasa hal itu
masalah. Sedangkan sepertiganya merasa gejala itu bukan masalah dalam hidup mereka.
Lagipula, memang, bagi beberapa orang pada usia lanjut, kehidupan seksual tidak lagi terlalu
esensial," kata Akmal.
Oleh karena laki-laki tidak haid seperti perempuan yang haidnya tiba-tiba berhenti, gejala
tersebut kadangkala dianggap biasa seiring dengan proses bertambah tua.
Keluhan gejala andropause tersebut dapat diverifikasi dengan mengukur kadar hormon
testosteron dalam darah seorang laki-laki. Jika memang ditemukan terjadi penurunan,
kecurigaan terjadinya andropause dapat dikatakan lebih akurat. Akan tetapi, bagaimanapun
gejala-gejala andropause tersebut bukanlah gejala yang spesifik. Seorang laki-laki bisa saja
mengeluh gejala demikian, namun setelah diperiksa kadar testosteronnya tidak terjadi
penurunan. Bisa jadi keluhannya indikasi dari suatu gangguan kesehatan yang lain.
Beberapa peneliti kerapkali lebih cenderung menyebut andropause sebagai Partial Androgen
Deficiency in Aging Male (PADAM) atau Androgen Decline in Aging Male (ADAM). Dalam kurun
15 tahun terakhir andropause semakin hangat dibicarakan di dunia kedokteran. Terlebih
penduduk berusia lanjut di dunia telah berlipat ganda. Diperkirakan pada tahun 2000-2050
proporsi penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun dan 80 tahun akan meningkat masing-
masing menjadi dua kali lipat dan empat kali lipat.
Testoteron yang diproduksi dalam tubuh hanya satu persen dalam plasma yang berbentuk
bebas. Sebagian lainnya berikatan kuat dengan protein Sex Hormone Binding Globulin
(SHBG). Namun, testosteron baru dapat berfungsi apabila berada dalam bentuk bebas atau
berikatan dengan albumin. Testosteron demikian disebut sebagai bioavailable testosterone.
Seiring dengan semakin tuanya seorang lelaki, kadar total testosteron menurun. Suatu
penelitian menyebut penurunan kadar total testosteron sebesar 3,2 nanogram/desiliter per
tahun setiap individu. Saat berusia sekitar 20 tahun, laki-laki memiliki konsentrasi testosteron
tertinggi dalam darah, yaitu 800-1.200 nanogram/desiliter. Konsentrasi itu bertahan sekitar
10-20 tahun saja.
Dengan semakin bertambahnya usia, kadar SHBG di dalam tubuh terus meningkat sehingga
penurunan kadar testosteron bebas semakin tajam dibandingkan dengan jumlah totalnya.
Pada usia 80 tahun, misalnya, konsentrasi testosteron dalam tubuh menurun menjadi sekitar
60 persen dari jumlah pada saat seorang laki-laki berusia 20-50 tahun.
Menurut Akmal, faktor-faktor yang bisa memicu derajat keparahan gejala andropause adalah
penyakit kardiovaskular dan obesitas. Dimana obesitas dapat menyebabkan penekanan pada
jumlah testosteron. Sejauh ini laki-laki yang mengeluhkan gejala andropause dapat menjalani
terapi hormon, yaitu dengan pemberian hormon testosteron. Namun, sebelum memutuskan
pemberian terapi hormon, perlu dipastikan pasien tidak mengidap kanker prostat.
Meski pemberian hormon testosteron sejauh ini tidak mengakibatkan kanker prostat, namun
jika sudah mengidap kanker prostat, pemberian hormon dapat memicu pertumbuhan kanker
tersebut. Pemberian terapi hormon dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik melalui
suntikan, dengan meminum tablet, implant (susuk), ataupun dengan menggunakan semacam
koyo. Terapi tersebut mesti dijalani dalam waktu tertentu, tergantung kondisi setiap individu.
Jika kondisi pasien membaik, dosis pemberian hormon dapat dikurangi secara bertahap.
"Sejauh ini pasien yang menjalani terapi tersebut mengalami perbaikan kondisi yang
signifikan. Libido meningkat dan ada penguatan otot," kata Akmal.
Adakah cara untuk mengantisipasi keluhan andropause? Jawaban yang diberikan Akmal
ternyata sangat klasik, yaitu sejak muda menjalani hidup sehat dan rutin berolahraga. Gaya
hidup sehat dan berolahraga setidaknya bisa meminimalkan gejala andropause, seiring
bertambahnya usia.
"Laki-laki yang rutin berolahraga kadar testosteronnya pada usia tua bisa lebih terjaga.
Bahkan, tak ada bedanya seperti laki-laki dengan usia sama yang menjalani terapi hormon.
Meski demikian, banyak yang meyakini bahwa andropause, perlahan tetapi pasti, dengan
diferensiasi derajatnya, merupakan keniscayaan bagi lelaki. (to/kmp)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar