goresan hidup seorang biduan

Rabu, 28 September 2011

Bid'ah Dalam Majelis

Kesalahan (bid'ah-bid'ah) dalam majelis, di antaranya :

Membuka majelis dengan senantiasa melazimkan tilawah Al-Qur’an, yakni dengan
cara menyuruh seseorang membaca ayat dari Al-Qur’an.[1] Mengenai hal ini, dalam kitab Al-Bida’[2], Syaikh Muhammad bin Shalih 'Utsaimin rahimahullah, ditanya sebagai berikut :

Pertanyaan : Pembukaan muhadharah (ceramah) dan nadwah (pertemuan) dengan
membaca sesuatu dari Al-Qur’an, apakah termasuk perkara yang disyari'atkan?

Jawab : Saya tak mengetahui sunnah yang demikian dari Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam, padahal Nabi ‘alaihi sholatu wa salam pernah mengumpulkan para sahabatnya ketika hendak perang atau ketika hendak membahas perkara penting kaum muslimin, tidaklah aku ketahui, bahwa Nabi membuka pertemuan tersebut dengan sesuatu dari Al-Qur’an. Akan tetapi jika pertemuan atau muhadharah tersebut
mengambil suatu tema/bahasan tertentu dan ada seseorang yang ingin membaca
sesuatu dari Al-Qur’an yang ada hubungannya dari bahasan tema tersebut untuk
dijadikannya sebagai pembuka, maka tidaklah mengapa. Dan adapun menjadikan
pembukaan suatu pertemuan atau muhadharah dengan ayat Al-Qur’an secara terus
menerus seolah-olah sunnah yang dituntunkan, maka yang demikian ini adalah tidak layak diamalkan.[3]

[1] Bid’ah tilawah ini ditinjau dari segi :
- Menyenantiasakan membaca Al-Qur’an pada pembukaan majelis atau muhadharah (pengajian,ceramah), maka hal ini termasuk memuqoyyadkan ibadah qiro’ah Al-Qur’an dengan waktu khusus, yakni pada saat akan bermajlis, padahal tak ada satu pun sunnah yang menunjukkan hal demikian. Apalagi jika timbul perasaan ataupun pikiran, jika tidak tilawah, ada yang kurang dalam majelis tersebut , maka ini adalah bid’ah yang nyata.
- Menyuruh seseorang membaca Al-Qur’an, padahal biasanya ra'isul majelis yang membuka majelis telah membaca ayat-ayat Al-Qur’an pada muqoddimahnya, maka yang demikian pada hakikatnya telah mencukupi.
- Terkadang, ayat yang dibaca berlainan dengan bahasan atau tema majelis/muhadhoroh. Misalnya, dalam muhadhoroh yang membahas mengenai
pernikahan, dibacakan ayat-ayat tentang qishahs atau jihad. Ini adalah kurang sesuai atau tidak pada tempatnya.
[2] Al-Bida’ wal Muhdatsat wa ma la ashla lahu hal. 539-540, kitab ini merupakan kitab kumpulan dari fatwa-fatwa Kibaril Ulama’ dan Lajnah Da’imah seputar permasalahan bid’ah.
[3] Dari penjelasan Syaikh 'Utsaimin rahimahullah tersebut, tampak bahwa :
- Jika sekiranya tilawah Al-Qur’an disenantiasakan secara terus menerus, seakan-akan sunnah yang dituntunkan, maka dikhawatirkan terjerumus kepada bid’ah.
- Jika sekiranya dilakukan pada sesekali waktu, dan mengambil tema yang ada hubungannya dengan bahasan, maka yang demikian adalah diperbolehkan selama tidak dilaksanakan terus menerus.

Sumber:
ADABUL MAJELIS DAN KESALAHAN-KESALAHANNYA (BID'AH-BID'AHNYA)
Penyusun : Ibnu Burhan At-Tirnatiy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar