goresan hidup seorang biduan

Minggu, 26 Mei 2013

HIDUP UNTUK ORANG BANYAK



Siapa tokoh yang anda kagumi di dunia ini ? saya yakin siapapun beliau, sosoknya adalah sosok luar biasa yang telah berhasil menjadi teladan bagi banyak orang. Sang tokoh ini, pasti telah memberikan manfaat yang besar bagi hidup dan kehidupan orang lain. Baik ketika beliau masih idup, ataupun ketika beliau sudah tiada.

Ada begitu bayak jumlah mansuia di muka bumi ini. Miliaran. Namun berapa jumlah nama yang dikenang oleh sejarah ? Sangat sedikit. Kebanyakan harus rela menjadi manusia rata-rata, yang ketika hidup dikenal oleh sedikit orang. Dan ketika meninggal namanya hanya tercatat di nisan kuburannya.

Selesai. Hanya sebatas itu namanya diabadikan. Setelah beberapa hari usai pemakamannya tidak ada lagi orang yang mengenangnya. Tidak ada lagi yang menikmati manfaat dari kehidupannya. Tidak ada yang menyesali kepergiannya. Bahkan tidak ada yang merasa bahwa ia pernah ada di muka bumi.

Lalu, apa bedanya orang yang namanya abadi dengan orang rata-rata yang namanya hanya sebatas tulisan di batu nisan ?

Silakan amati, mereka memiliki perbedaan yang begitu mencolok. Keika begitu banyak orang memilih hidup hanya untuk menyejahterakan dirinya sendiri, orang-orang besar hidup bukan hanya untuk dirinya sendiri. Kebanyakan dari mereka adalah orang yang bekerja selama hidupnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran orang-orang yang ada di sekitarnya.

Mereka tak pernah puas sebelum mereka mampu membawa perubahan bagi lingkungannya ke arah yang lebih baik. Mereka hidup untuk mensejahterakan, membawa kebahagiaan, membawa pencerahaan, dan membawa peubahan bagi lingkungannya. Semakin bsear lingkup perubahan dan kesejahteraan yang ia ciptakan, semakin luas pula lingkup orang yang mengenangnya.

Sedangkan manusia rata-rata memilih hidup dalam keterkungkungan mimpi. Impiannya terbatas pada kesejahteraan diri. Mudah sekali kita menemukan manusia yang semacam ini. Silakan amati di sekitar anda. Tanya anak-anak sekolah, bagaimana impiannya. Mereka sekolah dengan rajin biar lulus dengan nilai yang baik. Kemudian lanjut ke perguruan tinggi favorite biar nanti setelah lulus bisa nongkrong di perusahaan bonafide. Setelah di perusahaan, kemudian mereka ngumpulin banyak duit, biar bisa membeli rumah mewah, kendaraan mewah, dan nikah. Ngumpulin lebih bnayak lagi duit buat istri dan anak sambil ngumpulin bekal buat masa pensiun. Habis pensiun beli sepetak sawah dan membeli rumah di kampung. Menikmati hari tua dengan suasana damai pedesaan. Begitu seterusnya sambil menunggu hadirnya Izrail.

Kalau nganggur, anda bisa membuat penelitian untuk membuktikan predikasi saya, bahwa rata-rata seperti itulah impain orang-orang saat ini. Kalau –pun meleset, pastilah sedikit saja melesetnya.

Kemudian silakan baca biografi orang-orang besar dalam sejarah. Mereka yang dikenang hingga saat ini, adalah meraka yang punya kondtribusi lebih dalam hidupnya. Lingkup  kebahagiaan yang diciptakan olehnya jauh lebih luas dari pada lingkup kebahagian yang diciptakan oleh manusia rata-rata.

Mereka terkadang rela mengorbankan kesenangan pribadi demi memperjuangkan kesenangan lebih banyak orang. Kehidupan para pahlawan sangat jauh dari kenyamanan pribadi. Mereka mengorbankan kebahgaiaan sesaat demi meraih kebahagiaan hakiki.  Dan kebahagiaan hakiki baru bisa mereka nikmati setelah mereka memberi manfaat bagi sesama.

Sayyid Qutb mengingatkan, “ Orang yang hidup bagi dirinya sendiri akan hidup sebagai orang kerdil dan mati sebagai orang kerdil. akan tetapi, orang yang hidup bagi orang lain akan hidup sebagai orang besar dan mati sebagai orang besar.”
David T. Kyle, Ph. D, mengatakan bahwa jika empati kita kuat, maka kita bukan hanya dapat memahami apa yang diarasakan dan dipikirkan oleh orang lain, akan tetapi kita juga bisa merasakan sensasi yang sama dengan yang dialami orang lain. Pada tingkat yang lebih dalam lagi, orang tersebut dapat menghubungkan sepenuhnya dengan seseorang; benar-benar merasakan sakit dan menderita seperti yang dirasakan orang lain. Orang yang memiliki duplikat dalam dirinya sendiri secara emosional dan  merasakan sensasi fisik yang sama seperti orang lain, iniliah yang dinamakan dengan  empati. 


Saya pernah mamabaca cerita tentang Dokter Joserizal Journalis. Beliau adalah seorang relawan yang sangat sering dijumpai di daerah-dareh konflik. Tidak hnya indonmesia, dia bersama timnya tidak segan-segan pergi ke tempat yang penuh dengan marabahaya, seperti jalur gaza yang tengah berkecamuk perang, ke Maluku saat konflik yang berbau SARA sedang mencuat. Bahkan Tim Mer-C yang digawanginya telah mendirikan sebuah rumah sakit di palestina.

Saya pikir orang-orang yang seperti beliau inilah yang layak dijadikan sebagai teladan manusia modern. Dalam persaingan yang tajam antara satu manusia dengan manusia lainnya dalam merebut ambisi keduniaan, orang seperti beliau justru mendermakan karir dan potensinya demi perjuangan kemanusiaan.

Agak susah mencari kisah orang sukses dalam meraih tangga kesuskesan hidup tanpa memberikan kontribusi dan pelayanan kepada sesama. Hampir semua sadar bahwa hanya dengan memberikan pelayan yang terbaik kepada orang lain, manusia bisa meningkatkan keberhasilannya. Baik dalam bisnis, akademis, birokrasi, atau sebagai seorang professional.

Kebanyakan orang yang memilih hidup untuk melayani banyak orang, cenderung memiliki kehidupan yang berkualitas. Lihatlah para pengusaha yang mereka dengan usahanya mampu menyediakan lapangan kerja dan menghidupi banyak orang. Lihatlah juga para motivator yang tidak kenal lelah terus memberikan semangat kepada orang lain agar terus bangkit dan meraih haknya menjadi sukses. Lihatlah karyawan yang betul-betul mengabdikan dirinya untuk membesarkan perusahaan tempatnya bekerja. Mereka semua dapat meraih tangga kesuksesan karena mereka semua fokus dalam memberikan kontribusi. Tidak hanya terlalu mementingkan kesenangan pribadi.

Bagi saya, indikator keberhasilan suatu peusahaan bukan diukur dari bearpa jumlah bawahan , tapi berapa jumlah anak asuh yang disantuninya. Bukan dinilai dari berapa jumlah pabrik yang berhasil dibangunnya, tapi dari berapa jumlah pesantren yang berhasil didirikannya. Bukan ditentukan oleh berapa jumlah uang dalam rekening tabungannya, tapi ditentukan oleh berapa jumlah uang yang telah disedekahkannya.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar