goresan hidup seorang biduan

Sabtu, 08 Oktober 2011

Syirik: Dari Samiri sampai Ponari

Syirik: Dari Samiri sampai Ponari
Saturday, 21 March 2009 18:08
Oleh: Dr Ahmad Hatta *
Sebelum orang mengenal nama dukun Ponari, Al-Quran juga
mendokumentasikan orang serupa. Namanya juga agak mirip,
Samiri
Hidayatullah.com--Nama Ponari tiba-tiba melesat
bak meteor. Popularitasnya menyaingi selebritis, bahkan elit
politik yang akan bersaing dalam pemilu 2009. Puluhan
ribu orang berduyun-duyun mendatangi rumahnya di
Jombang. Hampir tak ada media massa yang tidak
memberitakan Ponari. Ini terjadi hanya karena ia
memiliki batu yang dianggap sakti: bisa memudahkan
urusan dan menyembuhkan penyakit. Tapi tahukah
Anda, di masa lalu, ada orang yang jauh lebih sakti dari
Ponari dan batunya?
Orang tersebut mampu mengubah 180 derajat kaum
Bani Israil di Syam (Palestina), hanya dalam beberapa
hari: dari beriman kepada Allah menjadi penyembah
patung anak sapi yang bersuara. Hal itu membuat marah
Musa as. (QS. 20: 86). Bagaimana tidak, kejadian itu
berlangsung saat dirinya sedang dipanggil Allah ke Bukit
Sinai (Thur) untuk menerima wahyu. Sebelum pergi, Nabi Musa as. sudah berpesan kepada kaumnya agar tetap
beriman kepada Allah.
Nabi Musa as perlu mewasiatkan itu karena ia dan kaumnya telah diberi nikmat luar biasa oleh Allah. Setelah lolos
dari kejaran Fir’aun dan pasukannya dengan membelah Laut Merah, Nabi Musa as dan kaumnya menetap di Syam.
Sejak tinggal di Syam inilah, Nabi Musa dan pengikutnya mendapatkan banyak kenikmatan dari Allah. Tanah Syam
diberikan keberkahan. Kaum Bani Israil mendapatkan al manna wa salwa, makanan berupa burung dan manisan
semanis madu dari bumi Syam. Namun, kenikmatan itu ternyata tak membuat mereka tetap beriman kepada Allah
karena ulah seseorang.
Lalu, siapa orang yang telah melakukan itu? Ia namanya Samiri. Namanya dicatat dalam Al-Quran. "Maka
sesungguhnya kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri.”
(20: 85)
Samiri adalah seorang Bani Israil dari suku Assamirah dan menjadi pengikut Nabi Musa as. Sebelumnya, ia
menganut agama paganisme yang percaya kepada kekuatan dewa. Samiri pernah belajar ilmu sihir saat di Mesir
hingga menjadi ahli. Keahliannya itu yang membuat ia –bersama Musa as—dapat melihat malaikat Jibril turun
dengan kudanya dari langit, untuk membimbing Nabi Musa as. membelah Laut Merah.
Samiri kemudian mengambil tanah yang sempat dijejaki kuda malaikat Jibril. Tanah itu disimpannya dan diikatkan
di bajunya. Ketika Nabi Musa as dipanggil Allah ke Bukit Sinai, Samiri mengumpulkan harta kaum Bani Israil
berupa logam, dan melemparkannya ke dalam api hingga melebur. Kemudian, ia lemparkan tanah bekas jejak
telapak kuda malaikat Jibril ke logam tersebut hingga berbentuk patung anak sapi yang mengeluarkan suara. (QS.
20: 96)
Keajaiban itu segera dipertunjukkan Samiri kepada kaum Bani Israil.
“Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara,
maka mereka berkata: "Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa". (Thaha: 88)
Mereka lalu berduyun-duyun mendatangi patung anak sapi tersebut. Awalnya, mereka hanya meminta dimudahkan
segala urusan. Permohonan mereka ada yang terkabulkan. Hal itu membuat mereka kian kagum. Mereka
terpesona. Akhirnya, semakin ramai orang yang menyambangi dan memohon pertolongan. Kini, mereka tak
sekadar meminta pertolongan, tapi juga menyembahnya. Patung anak sapi itu telah menjadi berhala.
Bukankah itu yang kini terjadi pada Ponari dan batunya? Orang-orang memang datang ke sana untuk berobat, tapi,
adakah yang menjamin suatu saat nanti mereka tidak akan menyembah Ponari dan batunya?
Sejarah Penyembahan
Dalam sejarah penyembahan terhadap berhala, suatu
kaum tak pernah melakukannya secara langsung,
melainkan bertahap. Setan itu memiliki banyak tipu
muslihat untuk menggoda manusia. Mereka tak akan
secara langsung membuat manusia menyembah
selain Allah. Kita mengenal ada Latta, Uzza, Manaat.
Di zaman Nabi Nuh as, ada lima berhala: Wadd,
Suwa’, Yaguts, Yatuq, Nasr.
1. Latta
Berasal dari kata kerja latta-yaluttu. Dia (Latta)
adalah seorang lelaki yang sholeh yang biasa
mengadon tepung untuk makana jamaah haji. Ketika
dia meninggal, orang-orang membangun rumah di
atas kuburannya, dan menutupnya denga tirai. Lamakelamaan,
mereka menyembahnya sebagai berhala.
2. Uzza
Ini adalah pohon dari Sallam di lembah Nakhlah yang terletak antara Mekah dan Thaif. Di sekitarnya terdapat
bangunan dan tirai-tirai. Berhala ini juga mempunyai pelayan-pelayan (penjaga). Di pohon ini terdapat setan-setan
yang berbicara kepada manusia. Orang-orang bodoh menyangka yang berbicara kepada mereka adalah pohonpohon
atau rumah yang mereka bangun. Padahal yang berbicara adalah setan-setan untuk menyesatkan mereka
dari jalan Allah.Uzza milik Quraisy, penduduk Mekah serta suku-suku yang ada di sekitarnya.
3. Manaat
Ini adalah batu besar yang berada tak jauh dari Gunung Qudaid, di antara Mekah dan Madinah. Berhala ini milik
suku Khuza’ah, Aus, dan Khazraj. Saat berhaji, mereka berihram di sisinya dan menyembahnya sevagai sekutu
Allah. (Syarh Al-Qowa’id Al-Arba’)
Kebanyakan berhala di atas berasal dari batu. Awalnya orang-orang meminta kesembuhan kepada batu itu hingga
akhirnya sembuh. Batu itu kemudian dibuat patung dan dijadikan berhala sebagai sesembahan mereka.
Bukankah Ponari didatangi banyak orang karena batu yang dianggap “sakti”? Konon, batu itu didapat Ponari
bersamaan dengan datangnya hujan yang diiringi halilintar. Padahal, kata seorang arkeolog Universitas Indonesia,
Ali Akbar, batu itu hanyalah perkakas biasa dari zaman Neolitikum. Batu yang dibuat sekitar 4.000 tahun lalu atau
2.000 tahun sebelum masehi itu, memang langka, karena hanya ada dua buah di Pulau Jawa. Tapi, batu itu tak
memiliki khasiat yang bisa dijelaskan secara ilmiah. Dan tentu saja, batu itu juga tak bisa menyembuhkan orang
sakit. Kini, jika batu itu dapat menyembuhkan, pasti disebabkan adanya kekuatan lain sebagaimana terjadi pada
berhala-berhala lainnya.
Syirik dan Bentuknya.
Lalu, apakah berobat ke Ponari termasuk syirik? Bukankah kita tidak menyembahnya? Untuk menjawab ini, ada
baiknya kita mengetahui apa itu syirik dan bentuk-bentuknya.
Syirik adalah mempersekutukan Allah SWT dengan segala sesuatu selain-Nya. Syirik memiliki banyak bentuk,
antara lain: 1)Meyakini bahwa ada yang memiliki kekuatan atau dapat memberi manfaat dan madharat selain Allah
swt. (QS. 2:102); 2) Mendekatkan diri dengan memuja kepada sesuatu dengan keyakinan bahwa dengan sesuatu
itulah ia dapat mendekatkan dirinya kepada Allah swt (QS.39:3); 3) Memohon pertolongan kepada orang mati, ruh,
atau jin untuk memudahkan urusannya.(QS. 10:18, 72:6); 7) Mantera dan jampi-jampi. "Sesungguhnya bermantera
(ar-ruqa'), jimat (tama'im), dan pekasih/pelet (at-tiwalah) adalah syirik." (HR. Ibnu Majah).
Syirik dibagi dua: 1) Syrik perkataan, ini terjadi jika seseorang secara tegas menyatakan menyekutukan Allah. 2)
Syirik perbuatan. Secara lisan, orang tersebut tidak menyatakan menduakan Allah. Tapi, perbuatannya yang justru
menyekutukan Allah.
Berpijak dari bentuk-bentuk syirik di atas, tentu saja berobat ke Ponari dan meyakini batu yang dimilikinya bisa
menyembuhkan penyakit, termasuk syirik. Mengapa?
Pertama, orang-orang yang mendatangi Ponari telah meyakini adanya kekuatan selain Allah yang bisa
menyembuhkan. Mereka meyakini Ponari melalui batunya dapat membuat sembuh penyakit. Padahal, batu itu
hanya benda biasa yang sama dengan batu-batuan lainnya. Bedanya: batu tersebut berasal dari zaman prasejarah,
sedangkan batu lainnya tidak.
Kedua, orang-orang tersebut telah meminta sesuatu kepada selain Allah. Apakah Ponari seorang dokter? Bukan, ia
berbeda dengan dokter. Seorang dokter memiliki ilmu ilmiah untuk menyembuhkan penyakit pasiennya. Misalnya,
seseorang sakit disebabkan virus A. Untuk menyembuhkannya, dokter akan mematikan virus A tersebut dengan
cara memberikan obat yang mengandung antivirus A. Ada hubungan sebab akibat: virus A vs antivirus A=sembuh.
Berbeda dengan Ponari. Ia hanyalah seorang anak kecil yang masih duduk di bangku SD. Ia tak memiliki ilmu
ilmiah untuk menyembuhkan penyakit. Begitu pula batunya, yang tidak memiliki zat yang dapat membuat
seseorang sehat. Maka, semestinya, rumusanya adalah: Virus A vs Ponari+batu+air= tidak sembuh.
Jika ternyata, sebuah penyakit yang diakibatkan virus A dapat disembuhkan Ponari dengan batu dan airnya, pasti
disebabkan adanya kekuatan lain di luar Ponari, batu dan airnya itu. Kekuatan lain itu mungkin saja jin dan
sejenisnya.
Sembuh atau Pahala?
Pernah, seorang wanita datang menemui Rasulullah. “Ya Rasulullah, doakan aku cepat sembuh,” kata si wanita
itu. “Bisa,” jawab Rasulullah.Tapi, Rasulullah melanjutkan,” Apakah engkau mau aku berikan pilihan yang lebih
baik? Engkau tidak aku doakan. Engkau berobat saja dan insya Allah akan disembuhkan dengan berobat itu,
lalu selama engkau bersabar dengan penyakit tersebut maka Allah akan memberimu pahala dan mengampuni
dosa-dosamu.”
Si wanita itu lalu berkata,”Ya Rasulullah, kalau begitu tak usah didoakan. Karena pahala lebih berharga dari
sekadar sembuh.”
Bagaimana kalau itu ditawarkan kepada kita? Pasti kita memilih untuk disembuhkan.“Cape deh. Yang penting
sembuh dulu, pahala urusan belakangan,” kira-kira begitu jawaban kita. Yang penting sembuh dulu; urusan syirik,
belakangan. Mengapa wanita itu lebih memilih berobat dulu agar sembuh sendiri? Itu karena ia memiliki aqidah
yang benar. Baginya, hidup itu jalan untuk mengumpulkan pahala. Jika kita diberikan kesempatan untuk
mendapatkan pahala melalui proses pengobatan, kita harus memilih itu.
Kalau memilih didoakan Rasulullah, kita tak mendapat pahala, meski penyakit kita sembuh. Kesembuhan kita
tidak membawa manfaat karena tak mendatangkan pahala. Karenanya, wanita itu tak memilih cara tersebut.
Tapi kebanyakan manusia di zaman sekarang lebih memilih sembuh daripada pahala. Walau, proses
penyembuhannya itu dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan agama. Alih-alih berpahala, proses
penyembuhannya malah bergelimang dosa. Segala cara dilakukan agar cepat sembuh, termasuk mendatangi
Ponari.
Antara Iyyakana’budu dan Iyyakanasta’in
Ada dua ayat sarat makna yang jika kita praktekkan, bisa terhindar dari syirik. Iyyakana’budu (hanya kepada-Mu
aku menyembah), waiyya kanasta’in (hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan). Ayat ini kita baca berulangulang
di surat Al Fatihah.
Dengan membaca ayat ini, kita telah mendeklarasikan diri bahwa isti’anah (mohon pertolongan) tidak boleh
terpisah dari ibadah kepada Allah. Artinya, kita hanya menyembah kepada Allah dan karena itu, kita pun hanya
meminta pertolongan kepada Allah saja.
Namun, kita sering kali tergelincir. Setan membisikkan kita untuk tetap menyembah dan beribadah kepada Allah
(sholat, puasa, haji, dsb). Tapi, dalam urusan memohon pertolongan (berobat), setan membujuk kita untuk
meminta kepada selain Allah, seperti fenomena batu Ponari. “Saya masih beriman kepada Allah. Ini kan usaha.
Mudah-mudahan saja bisa sembuh. ” Mungkin begitu alasan orang-orang yang mendatangi Ponari.
Ini cara licik setan menjerumuskan kita. Karena, setelah kita memohon pertolongan kepada selain Allah, tanpa
terasa, secara perlahan kita akan menduakan Allah dalam beribadah.
Ikhtiar untuk menyembuhkan penyakit itu diperbolehkan sejauh itu tidak merusak keyakinan kita kepada Allah.
Tapi jangan sampai kita berada di garis tipis antara iman dan syirik. Karena kita akan mudah terpeleset.
Tiga Pintu Masuk Setan
Setan itu paling sering menggoda kita melalui tiga hal. Pertama melalui harta. Setan membuat kita was-was
terhadap kemiskinan. Kalau kita tidak melakukan ini, maka akan miskin. Kalau tidak begitu, maka tidak akan kaya.
Begitu seterusnya, hingga kita takut jatuh miskin. Termasuk jika kita mau bersedekah atau berinfak sekalipun.
“Jangan sedekah, nanti uang kamu habis,” bisik setan. Karena itu, di tengah masyarakat ada pesugihan, susuk,
pemikat, dan sebagainya. Semua itu adalah jalan pintas untuk menjadi kaya.
Kedua, rasa aman. Semakin seseorang memiliki kekuatan besar dan tak terbatas, maka ia akan semakin merasa
terancam atau takut. Siapa yang paling banyak bersandar pada setan dari rasa aman? Di zaman dulu ada Fir’aun,
dia memiliki kekuatan hebat, bala tentara kuat. Tapi, ia tetap merasa tidak aman karena banyak musuh. Ia pun
meminta bantuan setan untuk melindunginya. Di antaranya meminta dari para penyihir. Di masa kini, kita banyak
menemukan pemimpin yang memiliki kekuasaan, tapi masih meminta bantuan kepada dukun, paranormal,
cenayang dan lainnya.
Ketiga, penyakit.Ini adalah cobaan paling berat. Penyakit dapat menjadi fitnah paling besar. Setan paling sering
menggoda kita melalui penyakit. Ingat, orang yang paling banyak cobaannya adalah orang yang sedang sakit. Jika
tidak sabar menghadapi penyakit, maka seseorang akan mudah terjerrumus dalam perbuatan syirik.
Ketiga hal inilah yang menjadi pintu masuk setan menggoda manusia. Jika pintu yang satu tertutup, maka setan
akan masuk dari pintu lainnya. Jika semuanya tertutup, setan akan mengetuk pintu itu hingga akhirnya terbuka.
Kita harus menguci rapat-rapat ketiga pintu itu agar setan tak masuk dan membuat kita terhindar dari syirik.
Mereka yang mendatangi Ponari bisa dipastikan karena pintu-pintu itu, terutama penyakit, terkuak lebar. Setan
masuk dari sini dan membujuk untuk berobat ke Ponari. Mereka kemudian termakan rayuan maut setan. Dan
akhirnya, menyambangi Ponari, meski untuk itu mereka harus menempuh perjalanan jauh, antri berhari-hari,
bahkan ada yang meninggal.
Akar Masalah
Mengapa fenomena Ponari terjadi? Sedikitnya ada dua penyebabnya yaitu kemiskinan dan kebodohan. Rasulullah
saw berpesan,” Kemiskinan membawa kita lebih dekat kepada kekufuran.” Ya, orang miskin adalah pihak yang
paling rentan untuk dirusak aqidahnya. Dengan iming-iming indomie dan uang Rp 10.000,00, mereka bisa pindah
agama. Dalam kasus Ponari, mungkin saja tak masalah jika aqidah mereka rusak, menjadi syirik, asal mereka
sembuh dari penyakit dengan biaya yang murah. Tak ada rotan akar pun jadi. Tak ada obat mujarab dan tak punya
uang, Ponari Sweat pun jadi.
Begitu pula dengan kebodohan. Orang-orang tak berilmu merasa dirinya benar. Apa pun yang mereka lakukan pasti
benar. Itu karena keterbatasan ilmu yang mereka miliki. Mereka merasa benar berobat ke Ponari karena tak
memiliki ilmunya. Jika kita nasehati mereka, besar kemungkinan mereka akan menolak kita dengan keras. Tak
percaya? Datang saja ke Jombang dan katakan kalau orang yang datang ke Ponari itu syirik. Anda, boleh jadi akan
dihujat dan ditimpuki.
Karena itu, kita harus mengikuti apa yang dilakukan Nabi Musa as saat kembali ke Syam dan mendapati kaumnya
menyembah patung anak sapi. Musa as memarahi Harun. Mengapa? Karena Harun orang yang berilmu.
Musa berkata,”Wahai Harun! Apa yang menghalangimu ketika engkau melihat mereka telah sesat (sehingga)
engkau tidak mengikuti aku? Apakah engkau telah (sengaja) melanggar perintahku?” (Surah Thaha: 92-93)
Setelah itu, barulah Musa as menghukum Samiri dengan mengusirnya dan tidak boleh berhubungan dengan kaum
Bani Israil. Sedangkan patung anak sapi dibakar oleh Musa as dan dibuang.
Ya, sudah saatnya orang-orang yang berilmu (ulama) dan berkuasa (umaro), untuk bertindak tegas. Kita tidak
boleh membiarkan kesesatan terus terjadi. Apakah kita,para ulama, harus menunggu puluhan ribu orang
menyembah Ponari, baru kemudian mengatakan itu syirik? Wallahu a’lam.[www.hidayatullah.com]
Penulis adalah Direktur Positive Life Center (PLC)
Sumber :
http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=8938:syi
rik-dari-samiri-sampai-ponari-&catid=87:kajian&Itemid=71

Tidak ada komentar:

Posting Komentar