goresan hidup seorang biduan
Senin, 13 Agustus 2012
Kunci Hidup Sukses
"Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan
kamu..." (Q. S Ali Imran (3) : 160)
Bagaimana kita memahami pengertian hidup sukses? Dari mana harus memulainya
ketika kita ingin segera diperjuangkan?
Tampaknya tidak terlalu salah bila ada orang yang telah berhasil menempuh
jenjang pendidikan tinggi, bahkan lulusan luar negeri, lalu menganggap dirinya
orang sukses. Mungkin juga seseorang yang gagal dalam menempuh jalur
pendidikan formal belasan tahun lalu, tetapi saat ini berani menepuk dada karena
yakin bahwa dirinya telah mencapai sukses. Mengapa demikian? Karena, ia telah
memilih dunia wirausaha, lalu berusaha keras tanpa mengenal lelah, sehingga
mewujudlah segala buah jerih payahnya itu dalam belasan perusahaan besar yang
menguntungkan.
Seorang ayah dihari tuanya tersenyum puas karena telah berhasil mengayuh
bahtera rumah tangga yang tentram dan bahagia, sementara anak anaknya telah ia
antar ke gerbang cakrawala keberhasilan hidup yang mandiri. Seorang kiai atau
mubaligh juga berusaha mensyukuri kesuksesan hidupnya ketika jutaan umat telah
menjadi jamaahnya yang setia dan telah menjadikannya sebagai panutan,
sementara pesantrennya selalu dipenuh sesaki ribuan santri.
Pendek kata, adalah hak setiap orang untuk menentukan sendiri dari sudut
pandang mana ia melihat kesuksesan hidup. Akan tetapi, dari sudut pandang
manakah seyogyanya seorang muslim dapat menilik dirinya sebagai orang yang
telah meraih hidup sukses dalam urusan dunianya?
Membangun Fondasi
Kalau kita hendak membangun rumah, maka yang perlu terlebih dahulu dibuat dan
diperkokoh adalah fondasinya. Karena, fondasi yang tidak kuat sudah dapat
dipastikan akan membuat bangunan cepat ambruk kendati dinding dan atapnya
dibuat sekuat dan sebagus apapun.
Sering terjadi menimpa sebuah perusahaan, misalnya yang asalnya memiliki kinerja
yang baik, sehingga maju pesat, tetapi ternyata ditengah jalan rontok. Padahal,
perusahaan tersebut tinggal satu dua langkah lagi menjelang sukses. Mengapa bisa
demikian? ternyata faktor penyebabnya adalah karena didalamnya merajalela
ketidakjujuran, penipuan, intrik dan aneka kezhaliman lainnya.
Tak jarang pula terjadi sebuah keluarga tampak berhasil membina rumah tangga
dan berkecukupan dalam hal materi. Sang suami sukses meniti karir dikantornya,
sang isteri pandai bergaul ditengah masyarakat, sementara anak-anaknya pun
berhasil menempuh jenjang studi hingga ke perguruan tinggi, bahkan yang sudah
bekerjapun beroleh posisi yang bagus. Namun apa yang terjadi kemudian?
Suatu ketika hancurlah keutuhan rumah tangganya itu karena beberapa faktor yang
mungkin mental mereka tidak sempat dipersiapkan sejak sebelumnya untuk
menghadapinya. Suami menjadi lupa diri karena harta, gelar, pangkat dan
kedudukannya, sehingga tergelincir mengabaikan kesetiaannya kepada keluarga.
Isteripun menjadi lupa akan posisinya sendiri, terjebak dalam prasangka, mudah iri
terhadap sesamanya dan bahkan menjadi pendorong suami dalam berbagai
perilaku licik dan curang. Anak-anakpun tidak lagi menemukan ketenangan karena
sehari-hari menonton keteladanan yang buruk dan
menyantap harta yang tidak berkah.
Lalu apa yang harus kita lakukan untuk merintis sesuatu secara baik? Alangkah
indah dan mengesankan kalau kita meyakini satu hal, bahwa tiada kesuksesan
yang sesungguhnya, kecuali kalau Allah Azza wa Jalla menolong segala urusan kita.
Dengan kata lain apabila kita merindukan dapat meraih tangga kesuksesan, maka
segala aspek yang berkaitan dengan dimensi sukses itu sendiri harus disandarkan
pada satu prinsip, yakni sukses dengan dan karena pertolongan-Nya. Inilah yang
dimaksud dengan fondasi yang tidak bisa tidak harus diperkokoh sebelum kita
membangun dan menegakkan mernara gading kesuksesan.
Sunnatullah dan Inayatullah
Terjadinya sesoang bisa mencapai sukses atau terhindar dari sesuatu yang tidak
diharapkannya, ternyata amat bergantung pada dua hal yakni sunnatullah dan
inayatullah. Sunatullah artinya sunnah-sunnah Allah yang mewujud berupa hukum
alam yang terjadinya menghendaki proses sebab akibat, sehingga membuka
peluang bagi perekayasaan oleh perbuatan manusia. Seorang mahasiswa ingin
menyelesaikan studinya tepat waktu dan dengan predikat memuaskan. Keinginan itu bisa tercapai apabila ia bertekad untuk bersungguh-sungguh dalam belajarnya,
mempersiapkan fisik dan pikirannya dengan sebaikbaiknya,
lalu meningkatkan kuantitas dan kualitas belajarnya sedemikian rupa,
sehingga melebihi kadar dan cara belajar yang dilakukan rekan-rekannya. Dalam
konteks sunnatullah, sangat mungkin ia bisa meraih apa yang dicita-citakannya itu.
Akan tetapi, ada bis yang terjatuh ke jurang dan menewaskan seluruh
penumpangnya, tetapi seorang bayi selamat tanpa sedikitpun terluka. Seorang
anak kecil yang terjatuh dari gedung lantai ketujuh ternyata tidak apa-apa, padahal
secara logika terjatuh dari lantai dua saja ia bisa tewas. Sebaliknya, mahasiswa
yang telah bersungguh-sungguh berikhtiar tadi, bisa saja gagal total hanya karena
Allah menakdirkan ia sakit parah menjelang masa ujian akhir studinya, misalnya.
Segala yang mustahil menurut akal manusia sama sekali tidak ada yang mustahil
bila inayatullah atau pertolongan Allah telah turun.
Demikian pula kalau kita berbisnis hanya mengandalkan ikhtiar akal dan
kemampuan saja, maka sangat mungkin akan beroleh sukses karena toh telah
menetapi prasyarat sunnatullah. Akan tetapi, bukankah rencana manusia tidak
mesti selalu sama dengan rencana Allah. Dan adakah manusia yang mengetahui
persis apa yang menjadi rencana Nya atas manusia? Boleh saja kita berjuang
habis-habisan karena dengan begitu orang kafirpun toh beroleh kesuksesan. Akan
tetapi, kalau ternyata Dia menghendaki lain lantas kita mau apa? mau kecewa?
kecewa sama sekali tidak mengubah apapun. Lagipula, kecewa yang timbul dihati
tiada lain karena kita amat menginginkan rencana Allah itu selalu sama dengan
rencana kita. Padahal Dialah penentu segala kejadian karena hanya Dia yang Maha
Mengetahui hikmah dibalik segala kejadian.
Rekayasa Diri
Apa kuncinya? Kuncinya adalah kalau kita menginginkan hidup sukses di dunia,
maka janganlah hanya sibuk merekayasa diri dan keadaan dalam rangka ikhtiar
dhahir semata, tetapi juga rekayasalah diri kita supaya menjadi orang yang layak
ditolong oleh Allah. Ikhtiar dhahir akan menghadapkan kita pada dua pilihan, yakni
tercapainya apa yang kita dambakan - karena faktor sunnatullah tadi - namun juga
tidak mustahil akan berujung pada kegagalan kalau Allah menghendaki lain.
Lain halnya kalau ikhtiar dhahir itu diseiringkan dengan ikhtiar bathin.
Mengawalinya dengan dasar niat yang benar dan ikhlas semata mata demi ibadah
kepada Allah. Berikhtiar dengan cara yang benar, kesungguhan yang tinggi, ilmu yang tepat sesuai yang diperlukan, jujur, lurus, tidak suka menganiaya orang lain
dan tidak mudah berputus asa.
Senantiasa menggantungkan harap hanya kepada Nya semata, seraya menepis
sama sekali dari berharap kepada makhluk. Memohon dengan segenap hati kepada
Nya agar bisa sekiranya apa-apa yang tengah diikhtiarkan itu bisa membawa
maslahat bagi dirinya mapun bagi orang lain, kiranya Dia berkenan menolong
memudahkan segala urusan kita. Dan tidak lupa menyerahkan sepenuhnya segala
hasil akhir kepada Dia Dzat Maha Penentu segala kejadian.
Bila Allah sudah menolong, maka siapa yang bisa menghalangi pertolongan-Nya?
Walaupun bergabung jin dan manusia untuk menghalangi pertolongan yang
diturunkan Allah atas seorang hamba Nya sekali-kali tidak akan pernah terhalang
karena Dia memang berkewajiban menolong hamba-hambaNya yang beriman.
"Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu.
Jika Allah membiarkan kamu (tidak memberikan pertolongan) maka siapakah
gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu
hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal" (QS Ali Imran (3) :
160).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar