goresan hidup seorang biduan

Kamis, 10 Januari 2013

HIRAUKAN SAJA OCEHAN ORANG...!



          Kehidupan manusia  memang tidak lah monoton. Senang, kecewa, tangis, tawa, duka dan cita kerap sekali dialami manusia hampir setiap hari. Berbagai cara pun dilakukan manusia untuk bisa hidup bahagia. Namun sayangnya, dalam upaya keaarah sana, kita sering menjadikan orang-orang dan barang-barang berharga disekitar kita sebagai sandaran dan patokan kebahagiaan. Mobil mewah dan rumah megah sering kita jadikan alat untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain. Tak jarang pula kita merasa stress dan tertekan ketika barang berharga yang kita punyai itu lenyap. Dalam kondisi seperti itu, kita sering merasa khawatir  akan turunnya harkat dan martabat kita di masyarakat. Itu semua terjadi karena kita telah menjadikan harta, rumah, perhiasan dan pujian orang lain sebagai tuhan kecil yang jadi sandaran hidup.

          Perasaan khawatir dan takut kehilangan tidak akan pernah terjadi seandainya kita menjadikan Allah sebagai satu-satunya sandaran hidup. Perbuatan apapun yang kita lakukan haruslah dengan niatan untuk mencari ridho Alloh, bukan ridho manusia. Selama kita menjadikan ridho manusia sebagai tujuan hidup kita, maka selama itu pula kita akan selalu kecewa. Kita tidak mungkin bisa mewujudkan semua keinginan orang-orang disekitar kita sacara merata. Apapun keputusan yang kita ambil sudah pasti akan menimbulkan pro dan kontra. Tidak akan semuanya 100 % setuju. Itu sudah jadi resiko.

Selama kita mengambil keputusan secara bijak dan sesuai prosedur yang benar, tidaklah seharusnya kita merasa khawatir akan terjadinya penentangan keras dari pihak yang merasa dirugikan akan keputusan kita.

Alkisah diceritakan pada zaman dulu ada seorang sahabat dengan anaknya yang berkeliling kota dengan seekor keledai. Mula-mula ayahnya menunggangi keledai itu dan membiarkan anaknya berjalan kaki.Orang-orang yang melihatnya pun berkata, “ Dasar orang tua tidak tau diri, masak anaknya disuruh jalan kaki, sementara dia enak-enakan menunggangi keledai?”..Menanggapi komentar seperti itu, mereka pun berganti posisi. Kali ini anaknya yang duduk diatas keledai, sementara ayahnya berjalan kaki. Melihat hal itu, orang-orang di jalan pun mengumpat, “ Dasar anak egois, masak dia membiarkan orangtuanya yang sudah renta berjalan kaki, sedangkan dia enak-enakan menunggangi keledai”.

Merasa gerah dengan komentar-komentar tersebut, akhirnya mereka berdua menunggangi keledai bersama-sama. Melihat kejadian itu, sontaklah orang-orang yang disekitarnya pun mengecam, “ Dasar ayah dan anak yang tidak punya belas kasihan, tega-teganya mereka berdua menunggangi keledai bersamaan kayak gitu.”

Merasa cape menanggapi ocehan dan komentar dari orang-orang yang mereka temui di jalan, akhirnya mereka berdua pun jalan kaki dan membiarkan keledainya berjalan tanpa tunggangan. Namun, melihat kejadian itu, kali ini orang-orang pun bilang, “ Tu Bapak ma anak sama-sama bodohnya. Ada keledai malah gak ditunggangi. Parah tu mereka berdua”.

Satu hal penting yang dapat kita ambil pelajarannya dari cerita di atas, yaitu bahwa apapun keputusan yang kita ambil pasti akan mengundang pro dan kontra. Janganlah kita mengorbankan komitmen dan prinsip yang kita anut hanya untuk memenuhi kemauan orang-orang disekitar kita. Janganlah pula kita mengurangi ketegasan dalam mengambil keputusan hanya karena ingin di bilang baik dan disukai semua orang. Semua itu tidak mungkin terjadi. Kita tidak mungkin terus-menerus mengorbankan diri demi memenuhi tuntutan orang dengan kemauan yang beragam dan cenderung subjektif. Pegang satu prinsip yang benar dan tegas, pertahankan itu dan jangan pernah sekali pun menghiraukan ocehan orang-orang yang kadang bicara seenak perutnya saja.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar